Kamis, 18 Maret 2010

sebuah tulisan dari saya sendiri mengenai media dan dunia politik yg dimuat dalam buku "Dari Lapangan Hijau sampai Senayan".

Politik Tunduk Pada Pers dan Media?
Oleh Purwandana Budyandaka

Dalam pemilu yang telah dilakukan di Indonesia yang mana telah ditetapkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden yang terpilih kembali, banyak kegiatan-kegiatan partai-partai politik di Indonesia yang bergantung kepada pers, tidak lain untuk menarik simpati masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh partai-partai politik tertentu yang hanya pada musim kampanye saja gencar dilakukan.
Cara tersebut tidak lain adalah sebagai suatu strategi politik yang telah diterapakan sejak pemilu yang terdahulu untuk mendapatkan suara rakyat agar pemimpin dari partai tersebut dapat menang dalam pemilu. Dalam hal ini pers sangat berperan penting dalam mempublikasikan kegiatan-kegiatan dari partai tersebut, pada saat ini lah pers dapat mendulang banyak keuntungan dari partai-partai politik yang menggunakan jasanya. Dalam proses publikasi tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui surat kabar, poster, baliho ataupun televisi.
Dalam publikasi melalui surat kabar ataupun televisi tersebut pun dapat dilakukan dalam berbagai cara agar dapat mencolok dapat mendapat perhatian dari masyarakat luas. Contohnya mungkin seperti melalui halaman depan surat kabar, iklan calon presiden bersama wakilnya dalam surat kabar, berita televisi, iklan sang calon presiden beserta wakilnya di televisi, membuat slogan yg mudah diingat oleh masyarakat umum contohnya seperti Lanjutkan! atau Lebih Cepat Lebih Baik, sampai dengan membuat baliho yang berukuran besar yang sebenarnya menganggu lalu lintas dan penglihatan di jalan raya. Dalam hal pemasangan baliho sebenarnya sudah mencerminkan pemimpin yang kurang perduli terhadap rakyat, Negara dan lingkungannya, apalagi sampai menganggu fungsi jalan raya.
Pada tahun 1987, muncul sebuah karya ilmiah yang membahas tentang liputan berita pemilu 1977 di Indonesia. Studi ini mengambil sample atas 5 surat kabar yang terbit di Ibu Kota, yaitu Suara Karya, Pelita, Merdeka, Berita Yudha, dan Berita Buana. Unit analisisnya adalah isu-isu kampanye yang dituangkan dalam rubrik berita, tajuk, artikel, dan karikatur. Melalui analisis isi, studi ini berkesimpulan bahwa surat kabar yang dikonotasikan sebagai surat kabar yang mempunyai kaitan dengan salah satu kekuatan politik, memang dengan tegas mencerminkan sikap keterkaitannya dengan salah satu kontestan pemilu yang ada. Kecuali Suara Karya, surat kabar tersebut merupakan trompet dari salah satu kekuatan politik yang ada (Suwardi, 1993 : 56).
Pada tahun 1989 terbit buku berupa kumpulan thesis mengenai analisis isi surat kabar di Indonesia tentang berita politik dan pembangunan. Thesis dalam program S2 dari orang-orang Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Ohio (Amerika Serikat) tersebut salah satunya membahas pemilu 1977 di Indonesia. Walaupun yang diteliti sama dengan peneliti pertama, namun penelitian yang satu ini menitikberatkan kepada liputan berita politik dari lima surat kabar yaitu Merdeka, Kompas, Sinar Harapan, Suara Karya, dan Pelita. Penelitian ini mempunyai kesamaan di dalam pilihan sample medianya, akan tetapi unit analisisnya berbeda. Demikian juga, penelitian ini lebih banyak menekankan kepada peranan dari ketiga kontestan yang ada dengan menggunakan unit analisis volume pemberitaan, maupun Distribusi frekuensi dari judul berita per kolom besar dan kecil. Penelitian ini melihat kepada luas setiap judul berita atau foto yang diberikan kepada salah satu kontestan serta besar volume yang diberikan keapada masing-masing kontestan. Dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelima surat kabar yang diamati memperlihatkan sikap yang netral terhadap ketiga kontestan pemilu tersebut, kecuali Surat Karya (Suwardi, 1993:56-57).
Walaupun kedua penelitian tersebut berbeda dalam cara pendekatannya, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa surat kabar atau pers berperan besar dalam menginformasikan atau mempublikaskan kegiatan pemilu tersebut. Hal ini masih sering digunakan sampai sekarang, bahkan pada masa pemilu yang sekarang lebih gencar dalam menggunakan pers dan media-media lain. Bahkan ada yang memonopoli suatu media hanya untuk kepentingan mempublikasikan kegiatan-kegiatan seorang kandidat agar mendapat perhatian lebih dari masyarakat.
Pada saat ini, di zaman yang sudah sangat maju ini, media televisi lebih banyak digunakan oleh para politisi sebagai media untuk menaikkan citra ataupun untuk mempromosikan dirinya bahwa dia yang terbaik untuk menjadi presiden melalui agenda-agenda kegiatan yang sudah ia siapkan untuk memimpin Negara ini agar lebih baik. Televisi sebenarnya lebih banyak digunakan sebagai sarana hiburan masyarakat, oleh karena itu media ini dapat lebih efektif untuk mempengaruhi masyarakat daripada menggunakan media surat kabar, karena surat kabar hanya di baca oleh kalangan yang terbatas, sedangakan televisi di tonton oleh semua kalangan dari anak kecil sampai orang dewasa. Itu sebabnya mengapa televisi lebih dipilih oleh para politisi sebagai media untuk menampilkan kontroversi ataupun kelebihannya dalam dunia politik di Indonesia. Tetapi karena terlalu banyak calon presiden ataupun kandidat partai-partai politik Indonesia yang menggunakan media televisi ini berdampak kurang baik terhadap pemilu saat ini, karena banyaknya iklan mereka di televisi membuat bingung masyarakat awam untuk memilih karena semua kandidat pasti menampilkan yang terbaik dalam iklan mereka.
Di dalam perpustakaan ilmu komunikasi, khususnya dalam bidang media komunikasi massa, banyak para ahli dalam bidang ini beranggapan kuat bahwa media massa mempunyai keampuhan yang luar biasa di dalam memperkuat suatu sikap atau keadaan yang sudah ada di dalam masyarakat. Dengan demikian media massa sudah dianggap sebagai salah satu lembaga yang berkemampuan ikut menentukan apa yang ada di dalam benak seseorang. Dengan kata lain, media ikut berperan sebagai faktor yang mengabsahkan sesuatu yang sudah ada dalam benak atau pikiran seseorang tentang suatu realita sosial yang ada. Para ilmuwan komunikasi yang berpendapat demikian antara lain adalah Walter Lippmann (1922,1965) dan C. Wright Mills (1968) (Suwardi, 1993:62).
Beberapa penelitian yang telah memberikan perhatian khusus kepada penting dan bermanfaatnya media telah dilakukan sejak 1950-an, terutama setelah Wilbur Schramm (1964) menerbitkan buku Mass Media and National Development. Sejak itu mulai banyak tulisan yang membahas manfaat media massa dalam kehidupan politik. Pentingnya media massa dalam pemilihan umum telah pula ditunjukkan oleh Dan Nimmo Dia berpendapat bahwa untuk mempersiapkan suatu kampanye politik , para calon presiden harus mampu menyediakan biaya yang cukup besar untuk media (Suwardi, 1993:70) .
Melalui media massa, katanya, semua informasi mengenai ciri calon presiden akan banyak diperoleh. Dan dalam kaitan ini dengan sendirinya peranan daripada para komunikator profesional (antara lain para Public Relations Specialists) akan merupakan tumpuan kepercayaan bagi para calon untuk bisa memenangkan pemilu (Suwardi, 1993:70).
Peran media dan pers di Indonesia sudah sangat besar sehingga menyebabkan banyak dari orang-orang yang berkepentingan seperti bergantung atau “tunduk” kepada media dan pers, karena semua yang berkepentingan dalam “mempromosikan” dirinya ataupun partai politik miliknya akan rela mnengeluarkan dana yang cukup besar agar iklan tentang dirinya atau partainya dapat terus ditayangkan secara intens di televisi, atau dalam halnya surat kabar dapat mencetak besar iklan mengenai dirinya dan partainya tersebut.
Pernyataan di atas secara tidak langsung membuktikan bahwa media dan pers sangat berperan penting dalam menciptakan suatu citra baik ataupun buruk bagi yang pengguna jasa atau profesi yang terpaut dengannya. Dapat dicontohkan dengan upaya para politisi- politisi di Indonesia dengan menggunakan jasa media dan pers untuk menaikkan citranya sebagai politisi yang baik dan mengayomi masyarakat untuk mendapatkan jabatan yang diinginkannya di dalam lembaga kenegaraan, Karena media dengan mudah dapat mempengaruhi masyarakat yang membaca surat kabar ataupun acara televisi dimana terdapat iklan para politisi tersebut yang dapat meyakinkan atau membuat masyarakat tersebut memilih salah satu dari mereka karena yakin dengan citra yang telah diciptakan oleh para politisi tersebut melalui iklan mereka dalam televisi.
Ataupun yang sedang marak pada waktu pemilu tahun 2009 lalu yaitu artis yang memilih menjadi calon wakil rakyat padahal mereka pun belum tentu dapat melaksanakan tugasnya di lembaga kenegaraan tersebut dengan baik. Kebanyakan dari mereka mungkin hanya mengandalkan atau memanfaatkan nama besar mereka sebagai artis ternama di Indonesia yang kebanyakan sudah diketahui oleh masyarakat di Indonesia. Terpilihnya mereka pun tidak luput dari peran media dan pers selama mereka menjadi artis, apa artinya jika artis tanpa media dan pers, siapa yang akan mengenal mereka? Menurut saya kebanyakan masyarakat di Indonesia memilih para artis tersebut menjadi wakil rakyat tidak secara objektif tapi kebanyakan lebih subjektif. Maksud dari subjektif disini adalah citra mereka sebagai orang yang terkenal di Indonesia sebagai pemain film, sinetron, penyanyi atau model yang disukai oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat memilih karena mengenal mereka sebagai artis saja, bukan sebagai politisi, ataupun latar belakang pendidikan, pengalaman dalam bidang politik dan sebagainya. Sebagian juga berpikir dengan memilih artis mungkin kebutuhan masyarakat akan lebih terpenuhi karena artis lebih mampu dalam segi ekonomi, padahal belum tentu yang diharapkan tersebut akan terwujud. Begitu juga dengan kegiatan politik yang melibatkan masyarakat sebagai penentunya, apa yang dapat diperbuat oleh para politisi-politisi di Indonesia jika tidak ada media dan pers yang merekam seluruh kegiatan bakti sosial ataupun pundi amal yang mereka selenggarakan untuk menarik simpati masyarakat luas. Mereka akan lebih sulit untuk menaikkan citra mereka di masyarakat seluruh Indonesia, mereka harus keliling Indonesia untuk melakukan kegiatan yang sama di setiap propinsi dengan merata, tetapi dengan bantuan media dan pers pekerjaan mereka akan lebih ringan karena cukup dengan ditayangkan saja beberapa kegiatan-kegiatan positif mereka sudah dapat meningkatkan citra mereka di masyarakat Indonesia. Dari sini dapat ditunjukkan betapa penting dan bermanfaatnya media dan pers bagi penggunanya.
Dapat dicontohkan kembali bagaimana pentingnya media dan pers bagi politik di Indonesia yaitu dengan yang baru saja disiarkan pada tanggal 31 oktober 2009 dalam sebuah acara peringatan 45 tahun partai Golkar. Pada saat acara tersebut ditanyakan oleh sang presenter bagaimana positioning partai Golkar dalam DPR pada saat ini dimana hanya 3 kadernya yang terpilih disana, dimana kalah dalam hal suara dengan partai Demokrat yang sebagian besar kadernya sekarang terdapat di DPR. Disini dijelaskan oleh salah satu perwakilan dari partai pohon beringin tersebut bahwa kadernya akan terus menyuarakan kepentingan-kepentingan rakyat dan mereka akan lebih banyak bermain dengan kalangan bawah atau yang disebut rakyat daripada dengan kalangan atas atau seperti elit-elit di Negara. Di akhir acara pun mereka menyebutkan slogan mereka yaitu “Suara rakyat adalah suara Golkar dan suara Golkar adalah suara rakyat” (TVone 2009, 31 Oktober). Dari sini dapat disimpulkan dengan mengadakan acara peringatan 45 tahun partai Golkar yang diliput oleh hanya stasiun televisi tersebut, mereka secara tidak langsung sekaligus ingin menaikkan kembali citra partai Golkar yang hanya menyuarakan kepentingan rakyat saja yang sempat turun pada masa belakangan ini karena konsistensi mereka yang turun terhadap janji-janji mereka.
Yang dapat dijelaskan sebagai media pada saat ini tidak hanya televisi, surat kabar, dan radio saja. Saat ini sudah ada yang dinamakan sebagai internet dan dapat disebut sebagai salah satu media yang paling efektif untuk memberi informasi yang cepat dan dapat mempengaruhi si pembaca dengan lebih efektif. Keefektifan suatu media dalam memberi pengaruh kepada penggunanya tidak hanya dapat dilakukan dalam sekali penayangan ataupun sekali pemuatan saja, dibutuhkan pengulangan dalam hal pemuatan dan penayangan suatu iklan atau promosi agar dapat memberi efek yang persuasif terhadap pendengar, pembaca atau penontonnya. Salah satu contoh dapat diambil dari presiden terpilih Amerika saat ini, yaitu Barrack Obama. Ia banyak menggunakan media internet sebagai lahan promosi agar dapat mengenal dirinya lebih dalam dan lebih baik. Tetapi banyak juga kontroversi-kontroversi yang terjadi di internet karena informasi yang berbeda-beda dari tiap sumber yang berbeda. Jadi semua pilihan itu tergantung dari diri masyarakat masing-masing, dan informasi melalui media-media tersebut sangat dapat mempengaruhi jalan pikiran suatu individu untuk memilih yang sesuai dengan hati masyarakat awam.
Kampanye ataupun “promosi” tidak hanya dapat dilakukan pada saat pemilu saja, yang dapat diartikan dari kampanye itu sendiri pun cukup luas. Mengapa mereka tidak melakukan kegiatan-kegiatan positif seperti bakti sosial ataupun menolong korban bencana pada saat setelah masa politik? Contohnya seperti waktu bencana Situ Gintung yang terjadi pada masa-masa pemilu dan sangat terekspose oleh media dan pers. Partai-partai politik berbondong-bondong menuju ke situ gintung di dekat daerah cirendeu jakarta barat tersebut untuk memberikan sumbangan, berupa bantuan materiil ataupun non materiil, mereka beramai-ramai menaikkan bendera kebanggan partai mereka masing-masing agar mendapatkan sorotan dari pers maupun media. Tetapi pada bencana gempa yang menimpa padang baru-baru ini, tidak ada satupun partai politik yang menmberikan bantuan kepada korban-korban bencana gempa tersebut, karena masa pemilu telah berakhir dan presiden baru telah ditetapkan. Apa yang direncanakan partai-partai politik tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia, dari situ saja dapat disimpulkan bahwa mereka masih memikirkan kepentingan diri sendiri, apalagi jika telah menjadi presiden ataupun bekerja di lembaga-lembaga kenegaraan, akankah mereka yang telah dipilih oleh rakyat akan memperhatikan kepentingan rakyat?

Daftar Pustaka

Suwardi, Harsono (1993). Peranan Pers Dalam Politik di Indonesia : suatu studi komunikasi politik terhadap liputan berita kampanye pemilu 1987. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar