Rabu, 31 Maret 2010

Substitusi “Laki-laki Feminim” Terhadap Wanita

Oleh Purwandana Budyandaka

Tanda-tanda akhir zaman sudah semakin terlihat belakangan ini, seperti yang dikatakan semakin banyak bencana-bencana alam dahsyat yang terjadi, seperti tsunami, gempa berskala besar, dan lainnya. Semakin banyak laki-laki yang ingin menjadi perempuan atau sebaliknya perempuan yang ingin menjadi laki-laki, bahkan hubungan seks dengan kelamin sejenis pun seperti sudah hal biasa. Dapat disimpulkan bahwa kiamat semakin dekat. Dalam hal ini saya akan membahas mengenai laki-laki yang bertingkah, berdandan ataupun sampai melakukan operasi agar mereka dapat menjadi perempuan.

Perempuan-perempuan normal pasti akan bertingkah sebagaimana wajarnya perempuan, yaitu dengan bersifat feminim. Tetapi dapat kita sadari juga bahwa di Negara Indonesia kita tercinta ini semakin banyak dan seperti menjamur para lelaki yang ingin menjadi seperti perempuan ataupun perempuan yang ingin menjadi seperti laki-laki. Dalam hakikatnya kita diciptakan oleh Allah swt. sebagai perempuan dan laki-laki, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri, apa yang kita ketahui saat ini yaitu bahwa laki-laki wajib untuk bekerja dan menafkahi istri dan anak-anaknya, sedangkan sang istri kebanyakan dirumah untuk mengurus anak dan membersihkan rumah, tetapi mungkin pada zaman yang sudah maju ini banyak wanita yang juga bekerja dan berkarier sebaliknya banyak juga laki-laki yang hanya diam dirumah seperti menggantikan tugas istri. Tetapi dalam hal ini sebenarnya sangat berbeda dengan apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender,

Menurut Mill, tidak seorang pun yang mengetahui sejarah manusia dapat berargumentasi bahwa semua laki-laki adalah lebih kuat dan lebih pintar dari semua perempuan. Karena perempuan rata-rata tidak dapat melakukan sesuatu yang dapat dilakukan laki-laki rata-rata, yang tidak dapat membenarkan hukum atau tabu yang melarang semua perempuan untuk melakukan hal itu (Tong, 2004:27).

Sudah jelas bahwa dalam kegiatan reproduksi, masing-masing mempunyai tugas yang berbeda-beda, dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa wanita dapat hamil dan laki-laki tidak. Kita tidak dapat menggantikan kedudukan tersebut, dengan substitusi bahwa laki-laki dapat hamil dan wanita tidak.

Menurut feminis radikal-libertarian Gayle Rubin, “sistem seks/gender adalah suatu rangkaian pengaturan , yang digunakan oleh masyarakat untuk mentransformasi seksualitas biologis menjadi produk kegiatan manusia”.

Jadi misalnya, masyarakat patriarkal menggunakan fakta tertentu mengenai fisiologi perempuan dan laki-laki (kromosom, anatomi, hormon), sebagai dasar untuk membangun serangkaian identitas dan perilaku “maskulin”, dan “feminim” yang berlaku untuk memberdayakan laki-laki dan melemahkan perempuan (Tong, 2004:72).

Maraknya banci di Indonesia seperti menjadi trend masa kini atau semacam itu, banyak artis banci yang sedang naik daun seperti menjadi panutan untuk anak-anak muda zaman sekarang, apa yang mereka tunjukkan di televisi banyak ditiru oleh para penonton. Ini sangat berpengaruh terhadap kelakuan sehari-hari dan sifat yang terbentuk akibat contoh-contoh yang seperti itu. Padahal yang saya telusuri, laki-laki yang memiliki sifat feminim seperti perempuan tidak sepenuhnya keinginan mereka, bisa saja karena faktor dia adalah anak laki-laki satu-satunya di dalam keluarga dan saudara yang lainnya perempuan, sehingga dia terpengaruh kebiasaan atau sifat-sifat saudara-saudaranya. Ada juga faktor lain yaitu faktor ekonomi, dapat kita lihat, banci-banci yang menjadi pengamen untuk sekedar mencari uang, bisa saja di dalam kehidupan biasanya dia adalah seorang laki-laki yang sangat maskulin tetapi karena himpitan ekonomi, dia memutuskan untuk berdandan menyerupai perempuan dan bicara serta sikapnya seperti perempuan agar dapat menarik orang lain untuk memberikannya uang lebih.

Faktor-faktor seperti itu yang dapa merubah persepsi orang terhadap feminisme dgn maskulinitas, banyak orang beranggapan bahwa maskulinitas itu identik dengan permainan kekerasan semua kebanyakan tentang kekerasan, tetapi feminism itu identik dengan boneka, semua yang lemah lembut dan identik sekali dengan perempuan.

Antara lain, feminis radikal-libertarian menolak asumsi bahwa ada, atau seharusnya ada, hubungan yang pasti antara jenis kelamin seseorang (laki-laki atau perempuan) dengan gender seseorang (maskulin atau feminim). Sebaliknya, mereka mengklaim bahwa gender adalah terpisah dari jenis kelamin., dan masyarakat patriarkal menggunakan peran gender yang kaku, untuk memastikan bahwa perempuan tetap pasif (“penuh kasih saying, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, ceria, baik dan ramah”) dan laki-laki tetap pasif (“kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu, ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil dan kompetitif”) (Tong, 2004:72-73).

Dalam hal ini “laki-laki feminim” tersebut atau sering disebut banci, tidak menyadari bahwa mereka kita anggap sedikit aneh atau extraordinary atau berbeda dari kita sendiri, mereka merasa seperti perempuan padahal jenis kelamin mereka laki-laki, ada juga yang sampai melakukan operasi jenis kelamin dan sebagainya agar mereka dapat menyerupai perempuan tetapi secara genentik mereka sangatlah berbeda, sudah jelas bahwa perempuan dapat hamil dan melahirkan sedangkan laki-laki hanya berperan kecil dalam proses reproduksi.

Di dalam bukunya Of Woman Born, Adrienne Rich menulis bahwa laki-laki menyadari bahwa patriarki tidak dapat terus berlangsung, kecuali jika laki-laki dapat menguasai kekuatan perempuan untuk “menghadirkan atau tidak menghadirkan” kehidupan di dunia ini (Tong, 2004:113).

Mungkin dari segi sikap dan tingkah laku, banci menyerupai perempuan bahkan mungkin hingga cara berpakaian, tetapi mereka sedikit banyak merusak citra perempuan, dengan menunjukkan sikap mereka atau cara berbicara yang berlebihan. Kebanyakan banci yang tampil di televisi berperilaku sangat berlebihan, padahal perempuan tidak bertingkah atau berperilaku berlebihan seperti yang ditunjukkan oleh banci-banci tersebut. Contohnya seperti baju-baju yang dikenakan oleh banci-banci tersebut, apakah perempuan selalu mengenakan baju pink lalu model baju tersebut sangat minim? Contoh lain mungkin dapat dilihat jelas melalui cara bicara yang centil dan berlebihan, apakah perempuan selalu bebicara dengan nada centil dan berlebihan seperti yang ditampilkan oleh mereka?

Mereka yang disebut dengan kata banci selalu identik dengan sifat yang feminim atau lemah gemulai dan kemayu layaknya perempuan. Walaupun mereka bertingkah menyerupai perempuan, tetapi mereka tidak memiliki apa yang dimiliki oleh perempuan-perempuan normal. Zaman sekarang sudah sangat canggih, mereka bisa melakukan operasi plastik ataupun operasi pergantian kelamin, tetapi mereka tidak mempunyai insting keibuan. Contohnya seperti koneksi batin antara anak dan ibu kandung, apa mungkin seorang transeksual dapat mempunyai anak dari kandungannya sendiri? Saya rasa tidak mungkin, karena Allah swt. telah memberikan masing suatu kelebihan antara laki-laki dan perempuan.

Masyarakat patriarkal mengajari anggotanya, bahwa perempuan yang mengandung seorang anak adalah orang yang paling tepat untuk membesarkannya. Dalam memandang keyakinan ini sebagai satu hal yang seringkali menuntut banyak hal dari tubuh dan energi perempuan, feminis radikal-libertarian cenderung untuk berargumentasi secara kuat melawan gagasan mengenai ibu biologis (Tong, 2004:119).

Dengan itu sangat tidak memungkinkan bahwa banci menggantikan posisi wanita dalam reproduksi dan keibuan. Tetapi dalam dunia hiburan, banci seperti dijadikan ikon sebagai bahan lawakan dan banyak diejek atau dihujat oleh lawan mainnya untuk dijadikan tertawaan oleh penonton. Banci selalu identik dengan cara bicara yang kemayu dan menyerupai wanita, dapat dicintohkan dengan artis-artis sekarang seperti Olga Syahputra yang selalu tampil dalam acara lawak dan memerankan sebagai wanita dalam lawakannya, dia dalam acara tersebut hanya apa adanya seperti kehidupannya sehari-hari, dapat dibandingkan dengan Tessy yang terkenal melalui acara Srimulat, di dalam acara tersebut, dia hanya mengenakan pakaian layaknya wanita dan bertingkah seperti wanita, namun di kehidupan sehari-hari dia tetap bersikap layaknya laki-laki normal maskulin. Dalam hal ini dia menggunakan karakter “banci” yang identik dengan kata “lucu” untuk mencari nafkah.

Sangat berbeda dengan Ivan Gunawan dimana yang sehari-hari tetap bersikap feminim mengenakan pakaian seperti wanita dan berbicara layaknya wanita. Tingkat feminim dari orang-orang teresebut berbeda-beda. Para laki-laki feminim tersebut seperti mengalami gangguan psikologis dalam dirinya entah bingung mencari jati dirinya atau banyak terpengaruh oleh orang-orang di sekitarnya atau juga memang hany dibuat-buat untuk menarik perhatian orang. Faktor pergaulan mungkin dapat berpengaruh besar terhadap feminim atau tidaknya seseorang. Sedikit banyak, para laki-laki feminim tersebut dapat merusak citra perempuan, karena sepertinya mereka menggantikan posisi perempuan dibidangnya. Banyak dari yang mereka tampilkan sangat bertentangan dengan perempuan yang sebenarnya. Apalagi televisi sekarang sangat banyak yang menampilkan banci-banci dalam acara-acaranya bahkan mereka seperti sangat mendominasi dunia hiburan masa kini. Ini sangat berpengaruh terhadap masyarakat luas, apalagi terhadap anak-anak yang masih sangat labil. Sesuatu yang diulang-ulang, sedikit banyak pasti akan terus teringat oleh orang yang melihatnya, bahkan dapat mempengaruhi kehidupannya sehari-hari.

Semoga dengan adanya tulisan ini dapat membantu masyarakat untuk memilih dan menentukan mana yang baik dan tidak baik untuk dicontoh serta dapat menyadarkan masyarakat akan kesadaran pengaruh televisi terhadap diri kita sendiri. Saya tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun, tulisan ini hanya untuk referensi bagi kita semua agar dapat lebih baik dalam menyikapi fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita, dan yang saya bahas dalam tulisan ini adalah tentang “laki-laki feminim” atau banci. Semoga dapat bermanfaat.

Daftar Pustaka

Tong, Rosemarie Putnam (2004). Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar